KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wrh wrb.
Alhamdulillahirabbilalamin,
banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul ”MAKALAH FIQIH QURBAN DAN AQIKAH”.
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar.
Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan
sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun
selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata kami berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................. ........................................................... ................1
Daftar
isi..................................................................................................................... ........... ....2
BAB I :
Pendahuluan................................................................................................. .............3-4
1.1 Latar Belakang Masalah...........................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan………..……………...................…………………………….....6
Bab II
: Pembahasan.............................................................................................................7-27
2.1. Qurban................................................................................................................7-13
a. Pengertian Qurban..........................................................................................7
b. Jenis Hewan untuk
Qurban ........................................................................7-9
c. Waktu Pelaksanaan
Qurban......................................................................9-10
d. Cara Pembagian Daging
Qurban..................................................................10
e. Berqurban Secara Jama’i..............................................................................10
f. Hikmah Dari
Qurban.....................................................................................11
g. Cara Berqurban untuk
Orang yang telah wafat.......................................11-13
2.2. Aqiqah..............................................................................................................13-18
a. Pengertian Aqiqah...................................................................................13-14
b. Jenis Hewan Aqiqah
dan Jumblahnya....................................................14-15
c. Waktu Pelaksanaan aqiqah......................................................................15-16
d. Cara Pembagian Daging
Aqiqah.............................................................16-17
e. Hikmah Aqiqah.......................................................................................17-18
2.3. Melaksanakan Qurban dan Aqiqiah.................................................................18-19
2.4. Cara Penyembelihan Hewan
...........................................................................19-21
2.5. Hukum Qurban dan Aqiqah.............................................................................21-24
2.6. Syarat Qurban dan Aqiqah...............................................................................24-27
Bab III
: Penutup......................................................................................................................28
3.1. Kesimpulan............................................................................................................28
3.2. Saran......................................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN
Kata qurban atau korban, berasal
dari bahasa Arab qurban, diambil dari kata : qaruba (fi’il madhi) – yaqrabu
(fi’il mudhari’) – qurban wa qurbaanan (mashdar).Artinya, mendekati atau
menghampiri (Matdawam, 1984).
Menurut istilah, qurban adalah segala sesuatu yang
digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan
maupun yang lainnya (Ibrahim Anis et.al, 1972).
Dalam
bahasa Arab, hewan kurban disebut juga dengan istilah udh-hiyah atau
adh-dhahiyah , dengan bentuk jamaknya al adhaahi. Kata ini diambil dari kata
dhuha, yaitu waktu matahari mulai tegak yang disyariatkan untuk melakukan
penyembelihan kurban, yakni kira-kira pukul 07.00 – 10.00 (Ash Shan’ani,
Subulus Salam IV/89).
Udh-hiyah
adalah hewan kurban (unta, sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya Qurban
dan hari-hari tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah (Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah XIII/155; Al Jabari, 1994).
PENSYARI‘ATAN DAN HIKMAHNYA
Qurban telah
disyari‘atkan pada tahun kedua hijrah sama seperti ibadah zakat dan sembahyang Hari
Raya.
Firman Allah subhanahu wata‘ala:
{ فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ }
Maksudnya:
“Maka kerjakanlah sembahyang kerana Tuhanmu dan sembelihlah qurban (sebagai
tanda syukur)”
(Surah Al-Kauthar 108:2)
Hikmah
disyari‘atkan qurban ialah sebagai tanda bersyukur kepada Allah subhanahu
wata‘ala di atas segala nikmatNya yang berbagai dan juga di atas kekalnya
manusia dari tahun ke tahun.
Ia
juga bertujuan menjadi kifarah bagi pelakunya, sama ada disebabkan
kesilapan-kesilapan yang telah dilakukan ataupun dengan sebab kecuaiannya dalam
menunaikan kewajipan di samping memberikan kelegaan kepada keluarga orang yang
berqurban dan juga mereka yang lain.
Qurban
tidak memadai dengan menghulurkan nilai harganya, berbeza dengan ibadah zakat
fitrah yang bermaksud memenuhi keperluan golongan fakir, Imam Ahmad dikatakan
menyebut amalan menyembelih qurban adalah lebih afdhal daripada bersedekah
dengan nilai harganya.
Sedangkan Aqiqah merupakan salah satu
ajaran islam yang di contohkan rasulullah SAW. Aqiqah mengandung hikmah
dan manfaat positif yang bisa kita petik di dalamnya. Di laksanakan pada hari
ke tujuh dalam kelahiran seorang bayi. Dan Aqiqah hukumnya sunnah muakad
(mendekati wajib), bahkan sebagian ulama menyatakan wajib. Setiap orang tua
mendambahkan anak yang shaleh, berbakti dan mengalirkan kebahagiaan kepada
kedua orangnya. Aqiqah adalah salah satu acara penting untuk menanamkan
nilai-nilai ruhaniah kepada anak yang masih suci. Dengan aqiqah di harapkan
sang bayi memperoleh kekuatan, kesehatan lahir dan batin. Di tumbuhkan dan di
kembangkan lahir dan batinnya dengan nilai-nilai ilahiyah.
Aqiqah juga salah satu upaya kita
untuk menebus anak kita yang tergadai. Aqiqah juga merupakan realisasi rasa
syukur kita atas anugerah, sekaligus amanah yang di berikan allah SWT terhadap
kita. Aqiqah juga sebagai upaya kita menghidupkan sunnah rasul SAW, yang
merupakan perbuatan yang terpuji, mengingat saat ini sunnah tersebut
mulai jarang di laksanakan oleh kaum muslimin.
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Ibadah
qurban dan aqiqah yaitu dua ibadah dalam islam yang terkait dengan
penyembelihan binatang. Kedua ibadaah ini terkadang dikesankan
sama, padahal diantara keduanya terdapat banyak perbedaan, terutama tentang
ketentuan-ketentuan dasarnya. Beberapa dari
ketentuan kedua ibadah ini akan dijabarkan dalam pembahasan qurban dan aqiqah.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian Qurban?
2. Apakah jenis hewan Qurban?
3. Kapankah waktu pelaksanaan
Qurban?
4. Bagaimanakah cara pembagian
daging Qurban?
5. Apakah pengertian berqurban
secara Jama’i?
6. Apakah pengertian Aqiqah?
7. Apakah jenis hewan Aqiqah dan berapakah jumlahnya?
8. Kapankah waktu pelaksanaan
Aqiqah?
9. Bagaimanakah cara pembagian
daging Aqiqah?
10. Apakah pengertian melaksanakan
Qurban dan Aqiqah?
11. Bagaimanakah penyembelihannya?
12. Apakah hukum Qurban dan Aqiqah?
13. Apakah syarat Qurban dan Aqiqah?
1.3 TUJUAN
PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian
Qurban
2. Untuk mengetahui jenis hewan
Qurban
3. Untuk mengetahui waktu
pelaksanaan Qurban
4. Untuk mengetahui cara pembagian
daging Qurban
5. Untuk mengetahui pengertian
berqurban secara Jama’i
6. Untuk mengerti pengertian Aqiqah
7. Untuk mengetahui jenis hewan Aqiqah dan jumlahnya
8. Untuk mengetahui waktu
pelaksanaan Aqiqah
9. Untuk mengetahui cara pembagian
daging Aqiqah
10. Untuk mengetahui pengertian
melaksanaka Qurban dan Aqiqah
11. Untuk mengetahui cara
penyembelihannya
12. Untuk mengetahui hukum Qurban
dan Aqiqah
13. Untuk mengetahui syarat Qurban
dan Aqiqah
BAB II
PEMBAHASAN
-
PENGERTIAN QURBAN DAN AQIQAH
A.
Qurban
Menurut bahasa, Qurbah berarti
mendekatkan diri. Sedangkan menurut istilah, qurban berarti menyembelih hewan
pada hari raya idul Adha dan hari tasyrik, yaitu tanggal 11,12 dan 13 Zulhijjah
dengan maksud beribadah kepada Allah Swt.
Qurban
merupakan istilah yang menunjukkan tujuan dari suatu ibadah, yaitu mendekatkan
diri kepada Allah. Dalam ilmu fiqih, selain istilah qurban terdapat beberapa
istilah lainnya, yaitu nahr dan udiyah.yang memiliki arti yang hamper sama,
yaitu az zabhu atau menyembelih hewan. Dua istilah ini lebih menunjukkan
praktek ibadah kurbanyang disari’atkan, waktu pelaksanaan ibadah ini disebut
yaumun nahri atau lebih dikenal dengan Idul Adha.
Dalil yang mengsariatkannya qurban
adalah firman Allah. QS A-kausar 108: 1-3
إنّا اعطينا ك الكوثر، فصلّ لربّك
وانحر ، إنّ شا نئك هو الابتر .
Artinya : Sungguh Kami Telah Memberimu (Muhammad)
Nikmat Yang Banyak Maka Laksanakan Lah Sholat Dan Berqurban lah , Sungguh Orang
Yang Membencimu Dialah Orang Yang Terputus .(Q.S.Al-Kausar 1-3)
Ketentuan Qurban:
1. Jenis hewan
qurban
Hewan
sembelihan adalah hewan ternak seperti onta, sapi, dan kambing maupun domba,
baik jantan maupun betina, dengan berbagai jenisnya. Namun, tidak mencukupi
seperti Sapi hutan, himar (keledai) dan kuda. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman: :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ
مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
Artinya : “Dan bagi
tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka
menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah
kepada mereka,” (QS. Al Hajj 22 : 34)
Jenis-jenis
hewan qurban:
- Tidak cacat secara fisik dan tidak sakit.
Imam
Ibnu Ruslan al-Syafi’i berkata didalam Nadham Az-Zubad :
“Tidak diperbolehkan hewan yang sangat
kurus, sakit, pincang, cacat bagian tubuhnya seperti sebagian telinga atau ekornya sebagaimana
pula buta sebelah matanya, buta keduanya atau terputus pantatnya. Diperbolehkan
hewan yang hanya cacat tanduknya dan hewan yang dikebiri.”
- Hewan yang
digunakan untuk qurban telah ditentukan jenis-jenisnya, yaitu:
a.
Domba :
syaratnya telah berumur 1 tahun lebih atau sudah berganti gigi.
b.
Kambing :
syaratnya telah berumur 2 tahun atau lebih.
c.
Sapi / Kerbau :
syaratnya yelah berumur 2 tahun atau lebih.
d.
Unta : syaratnya telah berumur 5 tahun
atau lebih.
Imam Ibnu Qasim
Al-Ghazi didalam Fathul Qarib berkata : “Dan mencukupi didalam qurban yakni
jadza’ pada domba (الضأن) yakni berumur 1 tahun dan masuk tahun ke-dua,
tsaniyya pada kambing (المعز) yakni berusia 2 tahun dan masuk tahun ke-tiga,
tsaniyya pada onta (الإبل) yakni berusia 5 tahun dan masuk tahun ke-enam, dan
tsaniyya pada sapi (البقر) berusia 2 tahun dan masuk tahun ke-tiga. Boleh
qurban kolektif yakni 1 onta untuk 7 orang, seperti itu juga sapi untuk 7
orang, dan kambing (الشاة) untuk satu orang”.
Hewan
qurban yang lebih afdlol, menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi adalah onta, kemudian
sapi, dan kambing. Adapun Imam An-Nawawi rahimahullah didalam kitab Al Majmu’
mengatakan : “Onta lebih utama daripada sapi, sapi lebih utama daripada
kambing (الشاة), kambing domba (الضأن) lebih utama daripada kambing (biasa),
jadza’ah domba (berumur 1 tahun lebih) lebih utama daripada tsaniyyah kambing
(berumur 2 tahun lebih)”.
“Berqurban
dengan seekor kambing (الشاة) lebih utama daripada seekor onta atau sapi untuk
7 orang (gabungan/kolektik), berdasarkan ittifaq ulama” Berqurban dengan 7 ekor
kambing (الغنم) lebih utama daripada onta dan sapi berdasarkan yang ashoh dari dua
pendapat, sebab banyaknya darah ternak yang teralirkan. Berqurban dengan onta
atau sapi lebih utama atas pertimbangan banyaknya dagingnya”.
2. Waktu Pelaksanaan Qurban
Adalah
sejak terbitnya matahari pada Yaumun Nahr (10 Dzulhijjah, penj) ) dan telah
berlalu terbitnya dengan kadar shalat dua raka’at serta dua khutbah yang
ringan, atau setelah masuk waktu shalat ‘Dluha dengan kadar shalat dua raka’at
beserta khutbahnya yang sedang (ringan). Hal ini berdasarkan riwayat dari Al
Barra’ bin ‘Asib radliyallahu ‘anh, ia berkata :
خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ النَّحْرِ بَعْدَ
الصَّلاَةِ، فَقَالَ: «مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا، وَنَسَكَ نُسْكَنَا، فَقَدْ أَصَابَ
النُّسُكَ، وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلاَةِ، فَتِلْكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Rasulullah
Shallallahu ‘alayhi wa Sallam berkhutbah kepada kami pada yaumun Nahr (hari
raya qurban) setelah shaalt, beliau bersabda : “barangsiapa yang shalat
seumpama kami shalat dan menyembelih seumpama kami menyembelih (yaitu setelah
shalat), maka sungguh ia telah benar, dan barangsiapa yang menyembelih sebelum
shalat maka itu daging kambing biasa (bukan qurban)”. (HR. Al Bukhari)
Oleh
karena itu menyembelih qurban sebelum shalat ‘Ied itu tidak mencukupi, tidak
sah, tanpa ada perselisihan diantara ulama.
Adapun berakhirnya, Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
“Nas-nas
Imam al-Syafi’i beserta ashhab sepakat bahwa waktu qurban berakhir ketika
terbenam matahari pada hari ketiga dari hari Tasyriq (13 Dzulhijjah), dan ulama
sepakat bahwa boleh menyembelih hewan qurban pada waktu-waktu tersebut (10, 11,
12 dan 13 Dzulhijjah, pen), baik malam hari maupun siang hari, akan tetapi bagi
kami (Syafi’iyah) hukumnya makruh menyembelih hewan pada malam hari pada selain
Udlhiyyah, dan pada Udlhiyyah (sembelih qurban) maka lebih makruh”.
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Semua
hari-hari Tasyriq adalah (waktu) menyembelih qurban” (HR. Ad-Daruquthni dan Al
Baihaqi didalam As-Sunanul Kubro)
Apabila
melewati batas waktu qurban ; jika berupa qurban sunnah, maka tidak ada qurban
sebab bukan waktu yang disunnahkan untuk berqurban, sehingga jika ingin
berqurban maka tunggu ditahun berikutnya diwaktu-waktu qurban. Namun, jika
berupa qurban nadzar maka tetap wajib melakukan qurban, sebab merupakan
kewajiban bagi yang bernadzar sehingga tidak gugur hanya karena melewati batas
waktu.
3. Cara Pembagian Daging Qurban
Pemilik hewan kurban berhak
mendapatkannya dan memakannya. Hal ini berdasarkan perintah dari Allah Ta’ala
sendiri:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“.. Maka
makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan
orang-orang yang sengsara dan fakir.” (QS. Al Hajj (22): 28)
Ayat ini menunjukkan bahwa pemilik
hewan kurban berhak memakannya, lalu dibagikan untuk orang sengsara dan faqir,
mereka adalah pihak yang lebih utama untuk mendapatkannya. Selain mereka pun
boleh mendapatkannya, walau bukan prioritas.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah memaparkan
cara pembagian sebagai berikut:
للمهدي أن يأكل من هديه الذي يباح له الاكل منه أي مقدار
يشاء أن يأكله، بلا تحديد، وله كذلك أن يهدي أو يتصدق بما يراه. وقيل: يأكل النصف،
ويتصدق بالنصف .وقيل: يقسمه أثلاثا، فيأكل الثلث، ويهدي الثلث، ويتصدق بالثلث.
“Si pemilik
hewan kurban dibolehkan makan bagian
yang dibolehkan baginya sesuai keinginannya tanpa batas. Dia pun boleh
menghadiahkan atau menyedekahkan sesuka hatinya. Ada pula yang mengatakan dia
boleh memakannya setengah dan menyedekahkan setengah. Dan dikatakan: dibagi
tiga bagian, untuknya adalah sepertiga, dihadiahkan sepertiga, dan disedekahkan
sepertiga.”
4. Berqurban Secara Jama’i
Berqurban jama’i adalah berqurban dimana
seekor hewan untuk beberapa orang. Berkurban secara jama’i juga pernah
dilakukan oleh Nabi dan para sahabat, yaitu dengan ketentuan seekor sapi,
kerbau atau unta untuk maksimal tujuh orang. Praktek pelaksanaan qurban secara
jama’i biasanya sering
dilakukan pada kantor tertentu atau rumah tertentu.
5. Hikmah dari Qurban
a. Menambah cintanya kepada Allah SWT
b. Akan menambah keimanannya kepada
Allah SWT
c. Dengan berkurban, berarti seseorang telah bersyukur
kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan pada dirinya.
d. Dengan berkurban, berarti seseorang telah berbakti
kepada orang lain, dimana tolong menolong, kasih mengasihi dan rasa solidaritas
dan toleransi memang dianjurkan oleh agama Islam.
6. Cara Berqurban
Untuk Orang Yang Telah Wafat
Imam
Al Bahuti mengatakan:
قَالَ أَحْمَدُ : الْمَيِّتُ يَصِلُ إلَيْهِ كُلُّ
شَيْءٍ مِنْ الْخَيْرِ مِنْ صَدَقَةٍ أَوْ صَلَاةٍ أَوْ غَيْرِهِ لِلْأَخْبَارِ .
Imam Ahmad berkata: bahwa semua bentuk amal shalih dapat sampai kepada mayit baik berupa
doa, sedekah, dan amal shalih lainnya, karena adanya riwayat tentang itu.
Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . لَيْسَ فِي
الْآيَةِ وَلَا فِي الْحَدِيثِ أَنَّ الْمَيِّتَ لَا يَنْتَفِعُ بِدُعَاءِ
الْخَلْقِ لَهُ وَبِمَا يُعْمَلُ عَنْهُ مِنْ الْبِرِّ بَلْ أَئِمَّةُ
الْإِسْلَامِ مُتَّفِقُونَ عَلَى انْتِفَاعِ الْمَيِّتِ بِذَلِكَ وَهَذَا مِمَّا
يُعْلَمُ بِالِاضْطِرَارِ مِنْ دِينِ الْإِسْلَامِ وَقَدْ دَلَّ عَلَيْهِ
الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ فَمَنْ خَالَفَ ذَلِكَ كَانَ مِنْ أَهْلِ
الْبِدَعِ .
“Segala puji bagi Allah. Tidak ada
dalam ayat, dan tidak pula dalam hadits, yang mengatakan bahwa ‘Tidak
Bermanfaat’ doa seorang hamba bagi mayit, dan juga amal perbuatan yang diperuntukkannya berupa amal kebaikan,
bahkan para imam Islam sepakat hal itu bermanfaat bagi mayit, hal ini sudah
ketahui secara pasti dalam agama Islam, hal itu telah ditunjukkan oleh Al
Quran, As Sunnah, dan ijma’. Barang siapa yang menyelesihinya, maka dia adalah
ahli bid’ah.”
Beliau juga berkata:
وَالْأَئِمَّةُ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الصَّدَقَةَ
تَصِلُ إلَى الْمَيِّتِ وَكَذَلِكَ الْعِبَادَاتُ الْمَالِيَّةُ : كَالْعِتْقِ
“Para imam telah sepakat bahwa
sedekah akan sampai kepada mayit, demikian juga ibadah maaliyah (harta), seperti membebaskan budak.”
Dan, qurban termasuk ibadah maaliyah.
Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
أَيَّ قُرْبَةٍ فَعَلَهَا الإِْنْسَانُ وَجَعَل
ثَوَابَهَا لِلْمَيِّتِ الْمُسْلِمِ نَفَعَهُ ذَلِكَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى
: كَالدُّعَاءِ وَالاِسْتِغْفَارِ ، وَالصَّدَقَةِ وَالْوَاجِبَاتِ الَّتِي
تَدْخُلُهَا النِّيَابَةُ
“Amal apa pun demi mendekatkan diri
kepada Allah yang dilakukan oleh manusia dan menjadikan pahalanya untuk mayit
seorang muslim, maka hal itu membawa manfaat bagi mayit itu, Insya Allah,
seperti: doa, istighfar, sedekah, dan berbagai kewajiban yang bisa diwakilkan.”
Kelompok yang membolehkan berdalil:
- Diqiyaskan dengan amalan orang
hidup yang sampai kepada orang yang sudah wafat, seperti doa, sedekah, dan
haji.
- Ibadah maaliyah (harta)
bisa diniatkan untuk orang yang sudah wafat seperti sedekah, dan berqurban
jelas-jelas ibadah maaliyah.
- Hadits Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam mengisyaratkan bahwa qurban untuk orang yang sudah
wafat adalah boleh dan pahalanya sampai, Insya Allah.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ
مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
‘Nabi mengucapkan: “Bismillahi Allahumma taqabbal min
Muhammadin wa min ummati Muhamamdin (Dengan Nama Allah, Ya
Allah terimalah Kurban dari Muhammad dan umat Muhammad),” lalu beliau
pun menyembelih.”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam mendoakan agar qurban dari Beliau, dan umatnya diterima Allah
Ta’ala. Hadits ini menyebut “umat Muhammad” secara umum, tidak dikhususkan
untuk yang masih hidup saja. Sebab, “umat Muhammad” ada yang masih hidup dan
yang sudah wafat.
Sebenarnya, telah terjadi perbedaan
pandangan para ulama tentang berqurban untuk orang yang sudah wafat. Berikut
ini rinciannya:
إِذَا أَوْصَى الْمَيِّتُ بِالتَّضْحِيَةِ عَنْهُ ، أَوْ
وَقَفَ وَقْفًا لِذَلِكَ جَازَ بِالاِتِّفَاقِ . فَإِنْ كَانَتْ وَاجِبَةً
بِالنَّذْرِ وَغَيْرِهِ وَجَبَ عَلَى الْوَارِثِ إِنْفَاذُ ذَلِكَ . أَمَّا إِذَا
لَمْ يُوصِ بِهَا فَأَرَادَ الْوَارِثُ أَوْ غَيْرُهُ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْهُ مِنْ
مَال نَفْسِهِ ، فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ
إِلَى جَوَازِ التَّضْحِيَةِ عَنْهُ ، إِلاَّ أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ أَجَازُوا
ذَلِكَ مَعَ الْكَرَاهَةِ . وَإِنَّمَا أَجَازُوهُ لأَِنَّ الْمَوْتَ لاَ يَمْنَعُ
التَّقَرُّبَ عَنِ الْمَيِّتِ كَمَا فِي الصَّدَقَةِ وَالْحَجِّ .
وَقَدْ صَحَّ أَنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَحَدُهُمَا عَنْ نَفْسِهِ ، وَالآْخَرُ
عَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِهِ . وَعَلَى هَذَا لَوِ اشْتَرَكَ
سَبْعَةٌ فِي بَدَنَةٍ فَمَاتَ أَحَدُهُمْ قَبْل الذَّبْحِ ، فَقَال وَرَثَتُهُ –
وَكَانُوا بَالِغِينَ – اذْبَحُوا عَنْهُ ، جَازَ ذَلِكَ . وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ
إِلَى أَنَّ الذَّبْحَ عَنِ الْمَيِّتِ لاَ يَجُوزُ بِغَيْرِ وَصِيَّةٍ أَوْ
وَقْفٍ .
Jika seseorang berwasiat untuk
berkurban atau berwaqaf untuk itu, maka dibolehkan berkurban baginya menurut
kesepakatan ulama. Jika dia memiliki kewajiban karena nazar atau selainnya,
maka ahli warisnya wajib melaksanakannya. Ada pun jika dia tidak berwasiat, dan
ahli waris dan selainnya nya hendak berkurban untuknya dari hartanya sendiri,
maka menurut Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, membolehkan berkurban
untuknya, hanya saja Malikiyah membolehkan dengan kemakruhan. Mereka
membolehkan karena kematian tidaklah membuat mayit terhalang mendekatkan diri
kepada Allah Ta’ala sebagaimana sedekah dan haji.
Telah shahih bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berkurban dengan dua kambing gibas, satu untuk dirinya
dan satu untuk umatnya yang belum berkurban. Atas dasar ini, seandainya tujuh
orang berpartisipasi dalam kurban Unta, lalu salah seorang ada yang wafat
sebelum penyembelihan. Lalu ahli warisnya mengatakan –dan mereka sudah baligh-
: sembelihlah untuknya, maka itu boleh. Sedangkan kalangan Syafi’iyah
berpendapat tidak boleh berkurban untuk mayit tanpa diwasiatkan dan
waqaf.
B.
Aqiqah
Aqiqah
berasal dari kata aqiq yang
berarti rambut bayi yang baru lahir. Karena itu aqiqah selalu diartikan
mengadakan, selamatan lahirnya seorang bayi dengan menyembelih hewan
(sekurangnya seekor kambing). Menurut
istilah syara’ artinya menyembelih ternak pada hari ketujuh dari kelahiran
anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan rambutnya di potong.
Sebenarnya banyak sekali pengertian aqiqah, namun dari
kesemuanya dapat diambil titik tengah sebagai berikut:
1. Aqiqah
merupakan upacara ritual yang dilaksanakan pada saat lahirnya keluarga baru
atau kelahiran baru.
2. Upacara
ritual aqiqah terdiri dari beberapa bagian anatara lain menyembelih hewan,
memotong rambut, sedekah, pemberian nama, serta acara lainnya.
3. Inti
aqiqah adalah ungkapan rasa syukur yang dituangkan dalam kurban, sedekah, emas
atau perak ataupun berupa makanan.
4. Dasar
Hukum Aqiqah
Hukum
Aqiqah adalah sunnah muakkad, sekalipun
orang tua dalam keadaan sulit, “Aqiqah dilakukan Rasulullah dan Sahabat”.
Seperti diketahui kelahiran seorang bayi merupakan berita yang sangat
menggembirakan bagi orang tua karena itu sudah sepantasnya dirayakan dengan
diselamati sebagai tanda syukur pada Allah swt. Tetapi kemiskinan dan kekayaan
diantara umat islam menjadikan aqiqah sulit dilaksanakan apibila hukumnya wajib
bagi orang miskin. Perintah Nabi berkenaan dengan penyembelihan aqiqah ini
sudah disepakati oleh seluruh madzhab sebagai anjuran (amar-linnadab)
bukan (amar-liwujub) atau perintah wajib. Ini berarti apabila ada keluarga yang
sama sekali tidak menyembelih aqiqah untuk anak-anaknya, maka tidak ada dosa
atau hutang baginya untuk membayarnya dimasa tua atau setelah kaya nanti.
Akan tetapi dalam pandangan
lain terdapat di dalam hadis Rasulullah yang berbunyi:
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْـنَـةٌ بِـعَـقِـيْقَتِهِ تُذْبَحُ
عَـنْـهُ يَـوْمَ سَابِـعِـهِ وَيُـسَـمَّى فِيْـهِ وَيُـحْلَـقُ رَأْسُـهُ
Artinya: “Setiap anak yang
lahir tergadai aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh, dan pada hari itu
ia diberi nama dan digunduli rambutnya.” (Hadits Sahih Riwayat Ahmad, Abu Daud,
Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, Baihaqi dan Hakim).
Menurut hadis diatas ada yang menyatakan bahwa menyembelih
hewan aqiqah itu wajib dan bila dimasa kecilnya belum di aqiqahkan maka setelah
tua dia sendiri wajib mengeluarkan aqiqahnya.
Menurut
madzhab Hanafi, aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab (dianjurkan).
Hal itu dikarenakan pensyariatan qurban telah menghapus seluruh syariat
sebelumnya yang berupa penumpahan darah hewan seperti aqiqah, rajabiyah dan‘atirah.
Dengan demikian, siapa yang mau mengerjakan ketiga hal ini
tetap diperbolehkan, sebagaimana juga dibolehkan tidak mengerjakannya.
Penghapusan seluruh hal ini berlandaskan pada ucapan Aisyah, “Syariat kurban
telah menghapus seluruh syariat berkenaan dengan penyembelihan hewan yang
dilakukan sebelumnya”.
Ketentuan
aqiqah
1.
Jenis Hewan
Aqiqah Dan Jumlahnya
Banyak ulama berpendapat bahwa semua hewan
yang dijadikan hewan kurban, yaitu: unta, sapi, kerbau, kambing, domba, dapat dijadikan
hewan aqiqah. Sedangkan syarat-syarat hewan yang dapat disunahkan untuk
aqiqah itu sama dengan syarat yang ada pada hewan kurban, baik dari segi
jenisnya, ketidak cacatannya, kejelasannya.
Syarat-syarat hewan yang bisa (sah) untuk dijadikan aqiqah itu sama dengan
syarat-syarat hewan untuk kurban, yaitu:
1. Tidak cacat.
2. Tidak berpenyakit.
3. Cukup umur, yaitu
kira-kira berumur satu tahun.
4. Warna bulu sebaiknya
memilih yang berwarna putih.
Jenis hewan yang disembelih Rasulullah saw
dalam aqiah saat itu bukanlah inti drii aqiqah itu sendiri, sehingga andaikan
diubah dengan seekor burung kecil bahkan tidak menyembelih hewan melainkan
sekedar nasi dan lauk pauk pun selama berniat mensyukuri nikmat lahirnya putra
sah disebut aqiqah.
Ada dua hadis yang menerangkan tentang jumlah binatang aqiqah yang
disembelih untuk seorang anak. Hadist yang pertama, menerangkan bahwa
Rasulullah saw mengaqiqahkan cucu laki-laki beliau, masing-masing dengan seekor
kambing.
(ا (رواه أبو داودعَنْ
ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ
عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشً
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah SAW
mengaqiqahi untuk hasan dan Husain dengan masing-masing satu kambing (HR Abu
Daud dengan riwayat yang shahih).”
Sedangkan hadis yang kedua menerangkan
bahwa seorang anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing, sedang anak
perempuan diaqiqahkan dengan seekor kambing. Sabda Rasulullah SAW:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ قَاَلَ : قَاَلَ رَسُوْلُ
اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ اَحَبَّ مِنْكُمْ اَنْ يُنْسَكَ
عَنِ
وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنِ
الْغُلاَمِ شاَتَاَنِ مُكاَفأَ َتاَنِ وَعَنِ الْجاَ رِيَةِ شاَةٌ . (رواه احمد
وابو داود والنسائى)
Artinya:
“ Telah berkata Rasulullah SAW : Barang siapa diantara kamu yang ingin
beribadat tentang anaknya hendaklah dilakukannya, untuk anak laki-laki dua ekor
kambing yang sama umumnya dan untuk anak perempuan seekor kambing”.
(HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai).
Sunnah untuk mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor kambing ini hanya
berlaku untuk orang yang mampu melaksanakannya, karena tidak semua orang untuk
mengaqiqahi bayi laki-laki dengan dua kambing. Ini termasuk pendapat yang
wasath (tengah-tengah) yang menghimpun berbagai dalil.
2. Waktu
Pelaksanaan Aqiqah
Aqiqah disunnahkan dilaksanakan pada hari ketujuh. Hal
ini berdasarkan hadits:
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- قَالَ « كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ
يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى »
Dari Samuroh
bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan
untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.”
(HR. Abu Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah nol. 3165, Ahmad 5/12.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari waktu kapan dihitung hari ketujuh?
Disebutkan dalam Al Mawsu’ah Al
Fiqhiyah,
وذهب جمهور الفقهاء إلى أنّ يوم الولادة يحسب من السّبعة
، ولا تحسب اللّيلة إن ولد ليلاً ، بل يحسب اليوم الّذي يليها
“Mayoritas ulama pakar fiqih
berpandangan bahwa waktu siang pada hari kelahiran adalah awal hitungan
tujuh hari. Sedangkan waktu malam tidaklah jadi hitungan jika bayi
tersebut dilahirkan malam, namun yang jadi hitungan hari berikutnya.” Barangkali yang dijadikan
dalil adalah hadits berikut ini,
تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ
“Disembelih
baginya pada hari ketujuh.” Hari yang dimaksudkan adalah siang hari.
Misalnya ada bayi yang lahir pada hari Senin (21/06),
pukul enam pagi, maka hitungan hari ketujuh sudah mulai dihitung pada hari
Senin. Sehingga aqiqah bayi tersebut dilaksanakan pada hari Ahad (27/06).
Jika bayi tersebut lahir pada hari Senin (21/06), pukul
enam sore, maka hitungan awalnya tidak dimulai dari hari Senin, namun dari hari
Selasa keesokan harinya. Sehingga aqiqah bayi tersebut pada hari Senin (28/06).
Semoga bisa memahami contoh yang diberikan ini.
Bagaimana jika aqiqah tidak bisa
dilaksanakan pada hari ketujuh?
Dalam masalah ini terdapat silang pendapat di antara
para ulama.
Menurut
ulama Syafi’iyah dan Hambali, waktu aqiqah dimulai dari kelahiran. Tidak sah
aqiqah sebelumnya dan cuma dianggap sembelihan biasa.
Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, waktu aqiqah
adalah pada hari ketujuh dan tidak boleh sebelumnya.
Ulama Malikiyah pun membatasi bahwa aqiqah sudah gugur
setelah hari ketujuh. Sedangkan ulama Syafi’iyah membolehkan aqiqah sebelum
usia baligh, dan ini menjadi kewajiban sang ayah.
Sedangkan ulama Hambali berpendapat bahwa jika aqiqah
tidak dilaksanakan pada hari ketujuh, maka disunnahkan dilaksanakan pada hari
keempatbelas. Jika tidak sempat lagi pada hari tersebut, boleh dilaksanakan
pada hari keduapuluh satu. Sebagaimana hal ini diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Adapun ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa aqiqah
tidaklah dianggap luput jika diakhirkan waktunya. Akan tetapi, dianjurkan
aqiqah tidaklah diakhirkan hingga usia baligh. Jika telah baligh belum juga
diaqiqahi, maka aqiqahnya itu gugur dan si anak boleh memilih untuk mengaqiqahi
dirinya sendiri.
Dari perselisihan di atas, penulis sarankan agar
aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh, tidak sebelum atau sesudahnya. Lebih
baik berpegang dengan waktu yang disepakati oleh para ulama.
Adapun menyatakan dialihkan pada hari ke-14, 21 dan
seterusnya, maka penentuan tanggal semacam ini harus butuh dalil.
Sedangkan menyatakan bahwa aqiqah boleh dilakukan oleh
anak itu sendiri ketika ia sudah dewasa sedang ia belum diaqiqahi, maka jika
ini berdalil dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
dikatakan mengaqiqahi dirinya ketika dewasa, tidaklah tepat. Alasannya, karena
riwayat yang menyebutkan semacam ini lemah dari setiap jalan. Imam Asy Syafi’i
sendiri menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamtidaklah mengaqiqahi
dirinya sendiri (ketika dewasa) sebagaimana disebutkan dalam salah satu kitab
fiqih Syafi’iyah Kifayatul Akhyar[6]. Wallahu a’lam.
3. Cara Pembagian
Daging Aqiqah
Adapun dagingnya maka dia (orang tua anak) bisa memakannya, menghadiahkan
sebagian dagingnya, dan mensedekahkan sebagian lagi.
Syaikh Utsaimin berkata: Dan tidak apa-apa dia mensedekahkan darinya dan
mengumpulkan kerabat dan tetangga untuk menyantap makanan daging aqiqah yang
sudah matang.
Syaikh Jibrin berkata: Sunnahnya dia memakan sepertiganya, menghadiahkan
sepertiganya kepada sahabat-sahabatnya, dan mensedekahkan sepertiga lagi kepada
kaum muslimin, dan boleh mengundang teman-teman dan kerabat untuk menyantapnya,
atau boleh juga dia mensedekahkan semuanya.
Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas memilih antara mensedekahkan
seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang
engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman
seiman dan sebagian orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan
oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam Al lajnah Ad Daimah.
Ada perbedaan lain antara 'Aqiqah dengan Qurban, kalau daging Qurban
dibagi-bagikan dalam keadaan mentah, sedangkan 'Aqiqah dibagi-bagikan dalam
keadaan matang.
Kita dapat mengambil hikmah syariat 'Aqiqah. Yakni, dengan 'Aqiqah,
timbullah rasa kasih sayang di masyarakat karena mereka berkumpul dalam satu
walimah sebagai tanda rasa syukur kepada Allah swt. Dengan 'Aqiqah pula,
berarti bebaslah tali belenggu yang menghalangi seorang anak untuk memberikan
syafaat pada orang tuanya. Dan lebih dari itu semua, bahwasanya 'Aqiqah adalah
menjalankan syiar Islam.
4. Hikmah Aqiqah
Sejak
seorang suami memancarkan sperma kepada istrinya, lalu sperma itu
berlomba-lomba mendatangi panggilan indung telur melalui signyal kimiawi yang
dipancarkan darinya, sejak itu tanpa banyak disadari oleh manusia, sesungguhnya
setan jin sudah mengadakan penyerangan kepada calon anak mereka. Hal tersebut
dilakukan oleh jin dalam rangka membangun pondasi di dalam janin yang masih
sangat lemah itu, supaya kelak di saat anak manusia tersebut menjadi dewasa dan
kuat, setan jin tetap dapat menguasai target sasarannya itu. Maka sejak itu
pula Rasulullah saw. telah mengajarkan kepada umatnya cara menangkal serangan
yang sangat membahayakan itu sebagaimana yang disampaikan Beliau saw. melalui
sabdanya berikut ini :
حَدِيثُ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ
بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا
رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ
يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا *
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasulullah s.a.w pernah bersabda: apabila seseorang diantara kamu ingin
bersetubuh dengan isterinya hendaklah dia membaca:
بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ
وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Yang
artinya: Dengan nama Allah yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang. Wahai Tuhanku! Jauhkanlah kami dari setan dan
jauhkanlah setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami. Sekiranya
hubungan aantara suami istri itu ditakdirkan mendapat seorang anak.
Apa hikmah aqiqah dilaksanakan pada hari
ketujuh?
Murid Asy Syaukani, Shidiq Hasan Khon rahimahullah menerangkan, “Sudah semestinya ada selang waktu antara kelahiran dan waktu aqiqah.
Pada awal kelahiran tentu saja keluarga disibukkan untuk merawat si ibu dan
bayi. Sehingga ketika itu, janganlah mereka dibebani lagi dengan kesibukan yang
lain. Dan tentu ketika itu mencari kambing juga butuh usaha. Seandainya aqiqah
disyariatkan di hari pertama kelahiran sungguh ini sangat menyulitkan. Hari
ketujuhlah hari yang cukup lapang untuk pelaksanaan aqiqah.”
C.
Melaksanakan Qurban Dan Aqiqah
Orang yang paling bertanggung jawab melakukan aqiqah adalah ayah dari bayi
terlahir pada waktu kapan pun ia memiliki kesanggupan. Namun jika dikarenakan
si ayah memiliki halangan untuk mengadakannya maka si anak bisa menggantikan
posisinya yaitu mengaqiqahkan dirinya sendiri, meskipun perkara ini tidak
menjadi kesepakatan dari para ulama.
Dari dua hal tersebut diatas maka ketika seseorang dihadapkan oleh dua
pilihan dengan keterbatasan dana yang dimilikinya antara kurban atau aqiqah
maka kurban lebih diutamakan baginya, dikarenakan hal berikut :
1. Perintah berkurban ini
ditujukan kepada setiap orang yang mukallaf dan memiliki kesanggupan berbeda
dengan perintah aqiqah yang pada asalnya ia ditujukan kepada ayah dari bayi
yang terlahir.
2. Meskipun ada pendapat
yang memperbolehkan seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri namun perkara ini
bukanlah yang disepakati oleh para ulama.
Kewajiban aqiqah ada di
pundak orang tua. Akan tetapi, jika orang tuanya tidak mampu maka bila si anak
telah mempunyai kelapangan rezeki, dapat melaksanakan sunah aqiqah itu sendiri.
Dalam pelaksanaannya
aqiqah tidak dapat digabung dengan berkurban. Orang yang membeli hewan untuk
aqiqah harus membeli satu hewan lagi untuk berkurban jika dilakukan pada Hari
Raya Idul Adha. Terkait waktu pelaksanaannya, aqiqah tidak terbatas (Bisa kapan
saja).
Tetapi, kurban hanya boleh dilaksanakan
pada Dzulhijjah. Sejak usai shalat Idul Adha hingga hari Tasyriq, 11, 12, dan
13 Dzulhijjah, bersamaan dengan jamaah haji yang sedang wukuf di Padang Arafah.
Pada masa sekarang orang yang berkurban dapat menyerahkan kurbannya kepada
orang yang amanah, dalam hal ini lembaga amil zakat.
Adapun syarat
diterimanya hewan kurban oleh Allah SWT ialah menggunakan harta yang halal saat
membeli hewan kurban tersebut. Kedua, dikerjakan pada waktunya saat Hari Raya
Idul Adha dan tiga hari Tasyriq. Ketiga, harus dilakukan dengan ikhlas.
Keempat, menggunakan hewan yang cukup umur, besarnya, sehat, dan tidak cacat.
Hewan tersebut berupa sapi, kambing, domba, kerbau atau unta.
Walaupun sama-sama
menyembelih hewan, tetapi kurban lebih utama dibandingkan aqiqah (jika sudah
dewasa). Hal itu karena berkurban disebut beberapa kali dalam Alquran.
Sedangkan, aqiqah hanya sebagai bentuk rasa syukur yang hanya terdapat dalam
hadis saja.
Karena itu pula, niat
aqiqah dan kurban tidak boleh digabungkan. Soal teknis penyembelihan dan
distribusi hewan kurban, ia menyarankan agar melibatkan lembaga amil zakat. “Mereka memiliki data mustahik yang lebih
banyak,” . Sehingga, tercapai pemerataan pembagian daging kurban.
Pendistribusian daging
qurban sebaiknya merupakan daging mentah. Karena, hak mereka daging tersebut
akan dimasak atau dijual kembali. Ini berbeda dengan aqiqah yang distribusinya
dilakukan dengan dimasak terlebih dahulu. Sehingga, mereka yang menerima dapat
segera menikmatinya tanpa menyusahkan untuk memasak lagi. Karena, aqiqah
merupakan wujud rasa syukur atas lahirnya seorang anak.
D. Cara
Penyembelihan Hewan
Disunnahkan,
hewan qurban disembelih sendiri jika mudlohi (orang yang berqurban) itu
laki-laki dan mampu menyembelih. Boleh diwakilkan.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : " ضَحَّى رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ وَذَبَحَهُمَا
بِيَدِهِ ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا
“Dari Anas ra beliau berkata: “Rasulullah SAW
ber-Qorban dengan 2 ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk, beliau
menyembelih dengan tangannya sendiri dengan membaca Basmalah dan Takbir serta
meletakkan kakinya di dekat leher kambing tersebut.” (HR. Al Bukhari)
فَنَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ بِيَدِهِ، ثُمَّ أَعْطَى عَلِيًّا، فَنَحَرَ مَا
غَبَرَ
"Kemudian beliau menyembelih 63 ekor hewan qurban
dengan tangannya sendiri, lalu menyerahkan kepada Sayyidina Ali,
Sayyidina Ali pun menyembelih hewan yang tersisa" (HR. Muslim)
Imam
Nawawi rahimahullah didalam Al Majmu’ berkata : “Dan mustahab (sunnah)
menyembelih hewan qurbannya sendiri berdasarkan hadits Anas radliyallahu ‘anh…,
dan boleh digantikan oleh lainnya berdasarkan riwayat Jabir…, juga mustahab
(sunnah) untuk tidak mewakilkan kecuali pada orang muslim karena itu adalah
qurbah (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) maka lebih utama tidak
mewakilkan kepada orang kafir, dan juga karena yang demikian itu menghindar
dari perselisihan pendapat, sebab menurut Imam Malik tidak sah (tidak
mencukupi) sembelihannya, maka (adapun) jika mewakilkan pada orang Yahudi dan
Nasrani, itu boleh karena ia termasuk ahli berkurban. Dan mustahab
(disunnahkan) orang yang menyembelih adalah orang alim karena ia lebih
mengetahui cara-cara menyembelih. Disunnahkan pula, apabila diwakilkan pada
orang lain, menyaksikan proses penyembelihan berdasarkan riwayat Abu Sa’id
al-Khudri radliyallahu ‘anh”.
Imam
Mawardi al-Syafi’I berkata : “.. dan kecuali perempuan, maka disunnahkan
mewakilkan penyembelihan hadiahnya dan qurbannya pada orang laki-laki”.
Tidak
boleh mewakilkan pada orang penganut Watsani (penyembah berhala), majusi dan
orang murtad, namun boleh mewakilkan pada ahli kitab, perempunan dan anak
kecil, akan tetapi ulama Syafi’iyyah memakruhkan mewakilkan pada anak kecil
(shobiy), dan (menurut pendapat yang ashoh) tidak makruh mewakilkan pada wanita
haid sebab wanita haid lebih utama daripada shobiy, dan ada pun shobiy lebih
utama daripada orang kafir al-kitabi.
-
Dianjurkan
membaca basmalah dengan sempurna “Bismillahirrahmahmanirrahiim”.
-
Dianjurkan
juga membaca shalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alayhi wa
-
Sallam.
Dianjurkan bertakbir sebanyak 3 kali (menurut Imam Mawardi). Dianjurkan
-
Berdo’a
bil-Qabul, seperti Allahumma Hadzihi Minka wa Ilayka Fataqabbal.
Binatang-binatang halal menurut syara’, dagingnya akan
halal dimakan apabila disembelih menurut ketentuan ajaran islam dan bukan
disembelih atas nama selain Allah.
Menyembelih hukumnya wajib (kecuali apabila tidak
memungkinkan seperti dengan tembakan, adapun ketentuannya adalah sebagai
berikut:
1)
Bagi binatang yang dapat disembelih lehernya;
2) Memutuskan hulkom (tenggorokan) yaitu
saluran pernafasan;
3) Memutuskan mari’ (tekak) yaitu saluran
temat mengalirnya makanan.
Sedangkan syarat-syarat
penyembelihan adalah yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a.
Orang islam
atau ahli kitab,
b.
Menyembelihnya
harus dengan sengaja,
c.
Tidak dengan
main-main,
d.
Artinya disertai
niat karena Allah dan alat penyembelihan (pisaunya, goloknya) harus tajam.
E. HUKUM QURBAN DAN AQIQAH
Melaksanakan
ibadah qurban dan aqiqah amat digalakkan oleh Islam kerana fadilatnya cukup
besar. Kaedah melaksanakan kedua-dua ibadah ini hampir sama dari segi hukum dan
syarat-syaratnya walaupun terdapat beberapa perbedaan.
Di dalam Qur’an dan Hadist telah dituliskan beberapa hukum berqurban yaitu:
Kurban wajib
bagi yang mampu, dijelaskan oleh firman Allah QS. Al-Kautsar ayat 1-3:
إنّا اعطينا ك الكوثر، فصلّ لربّك وانحر ، إنّ شا نئك هو
الابتر .
Artinya: ”Sesungguhnya
kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikan lah shalat
karena Tuhanmu dan berkubanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu
dialah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar 1-3)
Berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW menjelaskan:
ﻘﺎﻞاﻤﺭﺖﺒﺎﻠﻧﺣﺭﻮﻫﻭﺴﺑﺔﻠﻛﻡ
Artinya:
Nabi SAW bersabda: ”Saya diperintah untuk menyembelih kurban dan kurban itu
sunnah bagi kamu.”
Berdasarkan hadist riwayat Daruqutni menjelaskan:
ﻜﺗﺏﻋﻝﺍﻠﻧﺣﺭﻮﻠﯾﺱﺒﻭﺍﺠﺏﻋﻟﯾﻛﻡ
Artinya: ”Diwajibkan melaksanakan
kurban bagiku dan tidak wajib atas kamu.”(HR. Daruqutni)
Namun
begitu, ibadah qurban adalah wajib ke atas Nabi Muhammad s.a.w. seperti mana
yang terdapat dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Termizi bermaksud:
"Diwajibkan ke atasku melaksanakan
ibadah qurban namun ia merupakan suatu amalan sunat bagi kamu."
Akikah
menurut Imam al-Syarbini dalam kitabnya, al-Iqnaa ialah binatang yang
disembelih pada hari kelahiran bayi dan sewaktu mencukur rambut bayi tersebut.
Hukum ibadah aqiqah adalah sunat muakkad seperti mana ibadah qurban.
"Namun, ibadah qurban dan aqiqah akan
bertukar menjadi wajib sekiranya seseorang itu bernazar untuk melakukannya.
Islam menetapkan keadaan dan masa tertentu bagi memastikan ibadah qurban dan
aqiqah dapat dilaksanakan sah di sisi syarak," jelas pensyarah Fakulti
Undang-undang dan Syariah, Kolej Universiti Islam Malaysia (KUIM), Wan Abdul
Fattah Wan Ismail.
Menurut beliau, terdapat beberapa
kekeliruan yang sering timbul antara ibadah qurban dan aqiqah khususnya dalam
kes menggabungkan niat qurban dan aqiqah sekali gus. Dalam kitab Tuhfah dan
al-Fatawa al-Kubra, Ibn Hajar al-Haitami menyatakan bahawa: "Jika seseorang itu berniat ibadah
qurban dan aqiqah ke atas seekor kambing sekali gus maka kedua-duanya dianggap
sebagai batal." Ini kerana korban dan akikah mengandungi makna sunat
yang tersendiri.
Ibadah
qurban bertujuan untuk membersihkan diri mereka daripada melakukan dosa,
manakala aqiqah adalah sebagai tanda menyambut kelahiran bayi.
Selain
itu, persoalan yang turut mengelirukan ialah sama ada perlu atau tidak orang
yang berqurban menyaksikan sendiri penyembelihan haiwan tersebut. Rasulullah
s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Hakim bermaksud: "Wahai Fatimah! Berdirilah di sisi qurbanmu
dan saksikan ia sesungguhnya tetesan darahnya yang pertama itu pengampunan
bagimu atas dosa-dosamu yang telah lalu."
Hadis
di atas tidak menunjukkan bahawa ia adalah satu kemestian untuk menyaksikan
ibadah qurban dan akan terbatalnya ibadah tersebut sekiranya tidak berbuat
demikian.
"Dengan
kata lain, ibadah qurban dan aqiqah boleh dilaksanakan secara berwakil bagi
pihak yang ingin melaksanakan qurban dan aqiqah sekalipun mereka tidak ada
bersama-sama ditempat ibadah tersebut dilaksanakan, " jelas al-Hakim.
Terdapat
banyak kelebihan dalam mengerjakan ibadah qurban dan aqiqah seperti mana yang
terkandung dalam surah al-Kauthar, ayat dua bermaksud: "Maka dirikanlah solat kerana Tuhanmu dan berqurbanlah. "
Dengan
melaksanakan ibadah qurban juga dapat menangkis jiwa manusia daripada sikap
kedekut dan bakhil. Sebaliknya dapat melahirkan perasaan kasih sayang sesama
Muslim dengan menghulurkan bantuan kepada mereka yang memerlukan.
Firman Allah
s.w.t. dalam surah al-Haj ayat 36: "Dan
telah Kami jadikan unta-unta itu sebahagian daripada syiar Allah, kamu
memperoleh kebaikan yang banyak daripadanya, maka sebutlah nama Allah ketika
kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah diikat).
Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri
makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta)
dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada
kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur."
Kelebihan
mengerjakan ibadah aqiqah dalam kitab Sabila al-Muhtadin, Imam Ahmad menyebut,
anak-anak yang tidak dilaksanakan aqiqah tidak akan datang pada hari kiamat
untuk memohon syafaat bagi kedua ibu bapanya.
Seperti
yang diketahui, ibadah qurban dan aqiqah selain memenuhi tuntutan agama ia juga
sebagai pemangkin untuk mengembangkan syiar Islam. Ini termaktub dalam matlamat
utama ibadah ini dilakukan iaitu untuk membantu fakir miskin dan golongan yang
kurang bernasib baik di kalangan umat Islam.
Tetapi,
apa yang dapat dilihat pada hari ini, di sesetengah tempat, ibadah qurban dan
aqiqah telah bertukar menjadi adat kerana syariatnya tidak dipenuhi.
Daging-daging tidak dibagihkan dengan betul dan dimasak seolah-olah kenduri
biasa.
"Sebenarnya, begitu ramai pihak
yang ingin melakukan ibadah tersebut semata-mata untuk membantu orang yang
kurang berkemampuan. Ini mungkin disebabkan mereka tidak mengetahui secara
khusus tentang kaedah pengagihan yang diamalkan sekarang," ujarnya.
Bagi
memastikan ibadah qurban dilaksanakan dengan sistematik khususnya melibatkan
pengagihan, sewajarnya ia diberikan kepada penganjur yang boleh
mengendalikannya dengan adil dan telus.
Maka
dengan mengadakan program dan akikah di tempat yang umat Islam tertindas
seperti Kemboja, Palestin dan Iraq amat bertepatan dengan matlamat ibadah
tersebut iaitu membantu umat Islam yang tertindas dan hidup dalam kemiskinan.
Secara tidak langsung, ia dapat meningkatkan hubungan persaudaraan di kalangan
umat Islam.
F. SYARAT QURBAN DAN AQIQAH
1. Untuk
dijadikan ibadah qurban wajib ataupun sunat adalah disyaratkan dia mampu melaksanakannya.
2. Orang
yang dianggap mampu ialah mereka yang mempunyai harga untuk binatang qurban
yang lebih daripada keperluannya dan keperluan mereka yang di bawah tanggungannya
untuk hari raya dan hari–hari tasyrik kerana inilah tempoh masa bagi melakukan
qurban tersebut.
3. Kedudukannya
sama seperti dalam masalah zakat fitrah, mereka mensyaratkan ia hendaklah
merupakan yang lebih daripada keperluan seseorang juga keperluan mereka yang di
bawah tanggungannya pada hari raya puasa dan juga malamnya sahaja.
4. Hendaklah
binatang yang diqurbankan itu tidak mempunyai sebarang kecacatan yang
menyebabkan kekurangan kuantiti dagingnya ataupun menyebabkan kemudharatan
terhadap kesihatan. Contohnya cacat yang teruk pada salah satu matanya,
berpenyakit yang teruk, tempang atau kurus yang melampau.
5. Hendaklah
qurban itu dalam masa yang tertentu iaitu selepas sembahyang Hari Raya Haji
pada 10 Zulhijjah hingga sebelum terbenam matahari pada akhir Hari Tasyrik
iaitu pada 13 Zulhijjah.
6. Hendaklah
disembelih oleh orang Islam.
7. Orang
yang berkongsi mengorbankan unta atau lembu tidak lebih dari tujuh orang di
mana masing–masing menyumbang 1/7 bahagian.
8. Hendaklah
binatang tersebut tidak ada cacat yang boleh mengurangkan dagingnya serta
sampai umur.
PERKARA
SUNAT SEMASA ‘AQIQAH
1. Berdoa semasa hendak
menyembelih:
بِسْمِ اللهِ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَإِلَيْكَ عَقِيْقَةٌ ... (sebut
nama anak)
Maksudnya:
"Dengan nama Allah, Allah Maha Besar.
Ya Allah, binatang ini daripada-Mu dan kembali kepada-Mu, ini ‘aqiqah…".
2. Menyembelih ketika matahari
sedang naik.
3. Daging ‘aqiqah dimasak terlebih
dahulu sebelum disedekahkan.
4. Tidak mematah-matahkan
tulang-tulang daripada binatang ‘aqiqah, hanya mencerai- ceraikan sendi-sendinya.
5. Menyedekahkan daging ‘aqiqah
kepada fakir miskin.
6. Memasak daging ‘aqiqah dengan
cara gulai manis untuk dihidangkan kepada tetamu.
PERKARA YANG PERLU DILAKUKAN KETIKA
MENYAMBUT KELAHIRAN ANAK:
1. Mengazankan di telinga sebelah
kanan anak yang baru lahir.
2. Membaca iqamah di telinga
sebelah kirinya.
3. Membaca doa di kedua-dua belah
telinganya, contohnya membaca surah Al-Ikhlas.
4. Menyapu lelangit kanak-kanak
tersebut dengan benda-benda yang manis seperti buah tamar atau pisang.
5. Menamakan kanak-kanak tersebut
dengan nama-nama yang baik pada hari ketujuh kelahirannya.
6. Mengadakan jamuan dan doa kesyukuran
sempena kelahirannya.
7. Mencukur
rambut kanak-kanak tersebut selepas menyembelih ‘aqiqah untuknya.
8. Memberi sedekah emas atau perak
seberat rambut kanak-kanak yang dicukur itu atau uang yang sama nilai dengan
emas atau perak tersebut.
9. Menyedekahkan daging ‘aqiqah
kepada fakir miskin.
HUKUM DAGING QURBAN
Qurban
yang wajib iaitu yang dinazarkan ataupun yang ditentukan sama ada dengan
menyebut, “Ini adalah qurban”, maka orang yang berqurban tidak boleh
memakannya. Dia wajib menyedekahkan semuanya sekali.
Anak
kepada binatang qurban yang ditentukan juga, perlu disembelih seperti ibunya,
tetapi bezanya ia boleh dimakan kesemuanya oleh tuan yang mengurbankannya
kerana disamakan dengan hukum susu, kerana tuannya harus meminum susu binatang
qurban yang selebih daripada anaknya walaupun perbuatan itu makruh.
Bagi
qurban sunat, maka tuannya sunat memakannya, iaitu yang afdhalnya dia hendaklah
memakannya beberapa suap sebagai mengambil berkat. Ini bersesuaian dengan
firman Allah subhanahu wata‘ala:
{ فَكُلُواْ مِنْهَا وَأَطْعِمُواْ الْبَآئِسَ الْفَقِيرَ }
Maksudnya:
“Dengan yang demikian makanlah kamu dari
(daging) binatang-binatang qurban itu dan berilah makan kepada orang yang
susah, yang fakir miskin.”
(Surah Al-Hajj, 22:28)
Hadith yang diriwayatkan oleh Al-Bayhaqi pula ada
menyebut bahawa Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam telah memakan sebahagian
daripada hati binatang qurbannya. Hukum memakan daging qurban pula tidak wajib,
ini berdasarkan firman Allah subhanahu wata‘ala:
{ وَالْبُدْنَ جَعَلْنَهَا لَكُم مِّن شَعَآئِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ }
Maksudnya:
“Dan Kami jadikan unta (yang dihadiahkan
kepada fakir miskin Makkah itu) sebahagian dari syi‘ar agama Allah untuk kamu;
pada menyembelih unta yang tersebut ada kebaikan bagi kamu.”
(Surah Al-Hajj, 22:36)
Dalam
ayat ini Allah menjelaskan bahawa ia dijadikan untuk kita. Setiap perkara yang
dijadikan untuk manusia, maka dia diberi pilihan sama ada mahu memakannya atau
tidak.
Orang
yang berqurban juga boleh menjamu kepada kalangan yang kaya, tetapi tidak boleh
diberi milik kepada mereka. Yang boleh cuma dihantar kepada mereka sebagai
hadiah yang mana mereka tidak akan menjualnya atau sebagainya
Mengikut
pendapat dalam qawl jadid, orang yang berqurban boleh memakan sebahagian
daripada qurbannya. Mengikut qawl qadim pula harus memakan sebanyak separuh,
manakala bakinya hendaklah disedekahkan.
Sebahagian
ulama’ berpendapat daging qurban dibahagikan kepada tiga bahagian iaitu 1/3
daging disedekahkan dalam keadaan mentah, 1/3 daging dimasak dan dibuat jamuan
dan 1/3 daging dimakan oleh orang yang berqurban.
Pendapat
yang asah pula, adalah wajib bersedekah dengan sebahagian daripada daging
qurban walaupun sedikit kepada orang Islam yang fakir walaupun seorang. Walau bagaimanapun,
yang lebih afdhal hendaklah disedekahkan kesemuanya kecuali memakannya beberapa
suap untuk mengambil keberkatan seperti yang telah dijelaskan.
Bagi
qurban sunat pula, orang yang berqurban boleh sama ada bersedekah dengan kulit
binatang tersebut atau menggunakan sendiri, seperti mana dia harus mengambil faedah
daripada binatang itu semasa hidupnya. Tetapi bersedekah adalah lebih afdhal.
Bagi qurban yang wajib pula, kulit binatang itu wajib disedekahkan.
Qurban
juga tidak harus dibawa keluar dari negeri asalnya sebagaimana yang ditetapkan
dalam masalah membawa keluar zakat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa hukum qurban dan aqiqah ini sunah, tetapi sunah muakadah
(sunah yang amat dianjurkan untuk dilaksanakan) bagi orang-orang yang mampu. Ibadah
qurban dan aqiqah ini selain besar pahalanya di sisi Allah Swt. Juga sangat
erat kaitannya dengan aspek kemanusiaan Khusus untuk akikah hanya dianjurkan
satu kali seumur hidup.
Qurban berarti menyembelih hewan
pada hari raya idul Adha dan hari tasyrik, yaitu tanggal 11,12 dan 13 Zulhijjah
dengan maksud beribadah kepada Allah Swt. akikah adalah menyembelih hewan
sebagai rasa syukur kepada Allah atas kelahiran anak. Penyembelihan hewan aqiqah
ini disertai dengan pencukuran rambut anak dan pemberian nama jika dilaksanakan
sebelum diberikan nama.
B. SARAN
Terimakasih atas keritik dan saranya,
karena dengan bersama-sama dalam mendiskusikan makalah ini kami dapat
mengetahui kekurangan yang terdapat dalam makalah ini baik dalam bahasa maupun
bentuk tulisannya.